Minggu, 20 Februari 2011

Sebuah Tinjauan Morfologis : Reduplikasi dalam Bahasa Indonesia


A.    Pendahuluan

1.      Latar Belakang Masalah
Pembahasan tentang segala hal yang berhubungan dengan kebahasaan terutama bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional di negara kita, telah dibahas dari saat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Banyak orang menyatakan bahwa bahasa Indonesia itu gampang-gampang sulit. Gampang, karena sering kita menggunakannya, tetapi sulit ketika berhubungan dengan cabang-cabang linguistik, EYD sampai dengan permasalahan sastranya.
Terkait dengan cabang linguistik dalam bahasa Indonesia, kita mengenal dari fonologi (linguistik yang lebih mengerucut pada bunyinya), semantic (linguistik yang lebih lekat dengan pemaknaannya), leksikologi (ilmu leksikon), sintaksis (tata susunan kata), dan morfologi (leksikologi yang mengkaji lebih dalam tentang bentuk kata dan pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata).
Tidak seperti dalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia dikatakan lebih rumit[1] daripada bahasa internasional tersebut. Dalam bahasa Indonesia kita mengenal tentang kata ulang atau istilah kerennya reduplikasi. Hal ini tidak kita kenal dalam bahasa Inggris, tapi akan lebih dekat dengan bahasa Jawa yang juga mengenal tentang adanya proses morfologi ini. Jika dikaji lebih mendalam sangatlah unik memang. Tapi kita tidak akan banyak menkaji hubungan kata ulang dalam bahasa Inonesia dan bahasa Jawa, walau hal ini sangatlah berkaitan erat.

2.      Fokus Permasalahan
a.       Bagaimanakah kata ulang yang ada dalam bahasa Indonesia dilihat dari bentuknya?
b.      Bagaimanakah ciri makna kata ulang dalam bahsa Indonesia?
c.       Bagaimana proses morfologis kata ulang (khususnya yang berafiks) dalam bahasa Indonesia?
3.      Kajian Teori
Kata berulang / reduplikasi adalah kata jadian yang dibentuk dengan proses pengulangan atau kata yang dibentuk melalui proses pengulangan dengan bertumpukan pada bentuk dasar.

B.     Pembahasan

1.      Ciri Bentuk Kata Ulang dalam Bahasa Indonesia
Ada beberapa bentuk reduplikasi dalam bahasa Indonesia, antara lain :
ü  Perulangan seluruh / penuh
Bentuk perulangan ini terjadi bukan hanya pada bentuk dasar tunggal saja, tetapi juga dalam bentuk dasar kompleks. Seperti dengan penamaannya, perulangan ini sepenuhnya diulang.
Perulangan ini juga sering disebut dengan dwilingga,  yang dimaksudkan bahwa lingga adalah bentuk dasar dari kata.
Contohnya :
                        ~ Perulangan bentuk dasar tunggal :
¤        Gelas                        Þ gelas-gelas
¤        Selimut                     Þ selimut-selimut
~ Perulangan bentuk dasar kompleks :
¤        Pertanyaan               Þ pertanyaan-pertanyaan
¤        Pelajaran                   Þ pelajaran – pelajaran
¤        Mesin ketik              Þ mesin ketik – mesin ketik
¤        Objek Wisata           Þ objek wisata – objek wisata

ü  Perulangan sebagian / parsial
Berbeda dengan perulangan penuh, perulangan sebagian atau parsial ini hanya sebagian dari kata dasarnya saja yang diulang. Pengulangannyapun cukup unik, karena ada yang diulang bagian awalnya dan ada yang bagian akhirnya.
Perulangan parsial pada bagian awal kadang pula disebut dengan dwipurwa,  karena purwo dalam bahasa Jawa diartikan sebagai awal atau pertama. Jadi, dwipurwo adalah perulangan dua dari awalanya. Sedangkan perulangan pada bagian akhir disebut dengan dwiwasana.
Contohnya :
~ Perulangan parsial bagian awal :
¤        Tangga                     Þ tetangga
¤        Laki                          Þ lelaki
¤        Tapi                          Þ tetapi
¤        Tamu                        Þ tetamu
~ Perulangan parsial bagian akhir :
¤        Pertama                    Þ pertama-tama
¤        Segala                       Þ segala-gala
¤        Semua                      Þ semua-mua
¤        Terngiang                 Þ terngiang-ngiang

ü  Perulangan berafiks
Perulangan ini terjadi pada kata dasar yang mendapatkan imbuhan sebelum ataupun sesudah mendapatkan proses reduplikasi. Bahkan proses afiksasi dapat pula terjadi sebelum dan sesudah adanya reduplikasi dari kata dasarnya.
                        Contohnya :
                        ~ Reduplikasi berafiks (afiksasi, reduplikasi)
¤        Baca                         Þ membaca                Þ membaca-baca
¤        Teringat        Þ teringat                   Þ teringat-ingat         
                        ~ Reduplikasi berafiks (reduplikasi, afiksasi)
¤        Tinggi                       Þ tinggi-tinggi           Þ setinggi-tingginya
¤        Indah                        Þ indah-indah            Þ seindah-indahnya
¤        Pintar                        Þ pintar-pintar           Þ sepintar-pintarnya
ü  Perulangan dengan variasi fonem
Pada perulangan dengan variasi fonem ini terbagi lagi menjadi variasi fonem vokal dan variasi konsonan.
Variasi fonem vokal jika dalam bahasa Jawa disebut dengan dwilingga salin swara.
                        Contohnya :
                        ~ Perulangan variasi fonem vokal :
¤                 Lika-liku
¤           Kasak-kusuk
¤           Bolak-balik
¤           Basa-basi
~ Perulangan variasi fonem konsonan :
¤           Ramah-tamah
¤           Sayur-mayur
¤           Lauk-pauk
¤           Hingar – bingar


2.      Ciri Makna Kata Ulang dalam Bahasa Indonesia

3.   Proses Morfologis Kata Ulang Berafiks dalam Bahasa Indonesia

C.    Simpulan


D.    Daftar Pustaka

Santoso, Joko. 2004. Buku Pegangan Kuliah : Morfologi Bahasa Indonesia.Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.
Santoso, Joko. 2005. Hand out : Pekuliahan Morfologi Bahasa Indonesia.Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.
Sudaryanto. 1991. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta : Duta Wacana University Press.
Tim Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Wiharjo, Wiwied. 2003. Lembar Kerja Siswa Melati: Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Aditama.


[1] Lihat Santoso, Joko. 2004. Buku Pegangan Kuliah : Morfologi Bahasa Indonesia.Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta, hlm.1

Analisis Salah Satu Kumpulan Cerpen "Adam Ma'rifat"

Aspek Analisis :

A.    Tokoh
                  Pada cerpen ini tokoh yang dihadirkan oleh pengarang secara fisiologis tidak ada sebuah kejanggalan, walaupun tidak juga dideskripsikan secara jelas bagaimana penampakan fisiknya. Maksud dari kejanggalan di sini, misalnya tentang tokoh yang tidak berdarah dan berdaging. Jadi, secara logika tokoh-tokoh yang ditampilkan masih dalam taraf normal.
                  Secara kongkret, tokoh jelas yang terlibat langsung[1] antara lain :
1.      Aku                                   tokoh utama
2.      Otto Weizenbergen
3.      Ibu Pemangku                   tokoh tambahan
4.      Badung
Sedangkan tokoh pendamping[2] antara lain Mas Totok, George Benson, dll. Tokoh-tokoh ini muncul hanya sebagai pelengkap cerita, karena cerpen ini mempunyai sebuah cerita utama dan beberapa cerita sampingan. Hal inilah yang kemudian memunculkan kemutakhiran, selain adanya tokoh-tokoh yang ‘ambigu’ posisinya.
Dalam pemberian nama, secara otomatis nama tersebut mempunyai beban karakter  (secara psikologis) atau perwatakan tertentu, dan beban sosiologis walaupun hal tersebut kembali tergantung dari persepsi masing-masing pribadi pembaca. Seperti Nurgiyantoro (2005:165)[3] “Penyebutan nama tokoh tertentu , tak jarang, langsung mengisyaratkan kepada kita perwatakan yang dimilikinmya”. Namun, secara linier,  ‘tokoh jelas yang terlibat langsung’ dapat dipersepsikan  -persepsi yang mungkin timbul karena nama- sebagai berikut :
No.
Nama
Psikologis
Sosiologis
1.
Aku
Tidak langsung tergambarkan karena masih tergantung dari konteks yang ditimbulkan dalam cerita, terutama dari dialog yang kemudian muncul.
Idem.
2.
Otto Weizenbergen
Ia sebagai orang yang bukan berasal dari Indonesia. Jika dari kata “Otto” asosiasinya kepada orang yang ber-ras Mongoloid. Sedangkan kata “Weizenbergen”  biasanya diasosiasikan kepada orang yang berdarah Eropa. Intinya, ia teridentifikasi sebagai orang luar Indonesia.
Sebagai warga asing, dampak terhadap status sosialnya cukup ‘dihormati’ oleh masyarakat lokal.
3.
Ibu Pemangku
Ibu yang dituakan, atau dihormati dalam lingkungan tertentu. Mungkin semacam pemangku adat, dsb. Jadi, menimbulkan persepsi bahwa ia merupakan ibu yang bijaksana, tegas dan baik hatinya.
Jelas, secara kultur masyarakat biasanya ia sangat dihormati.
4.
Badung
Tergambarkan sebagai orang yang kurang sopan. Tetapi setelah melihat konteks cerita, ia tergambarkan sebagai orang yang ‘manut’  dan tidak ‘neko-neko’.
Biasa saja, normalnya masyarakat.

Ø  Kemutakhiran  tergambar cukup jelas pada sisi tokoh-tokoh pendamping yang muncul secara acak dan tidak jelas pada cerita pendamping dari cerita utama yang ada.













B.     Teknik Bercerita
Seperti kelayakan pada sastra kontemporer pada umumnya, cerpen ini menggunakan teknik aliran kesadaran (strean of consciousness). Teknik ini berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan (Nurgiyantoro, 2005: 206). Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap indera bercampur dengan kesadaran dan ketaksadaran pikiran dan perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak (Abrams via Nurgiyantoro, 2005 : 206).
Dalam cerpen karya Danarto ini, strean of consciousness tampak pada sebuah alinea berikut ini :
Ternyata gambarku dan korban yang kubaca itu telah ditangkap ke dalam pesawat pengurainya. Koran itu selanjutnya mengatakan, alasan George Benson rupanya sudah kuat benar, konser jazznya itu sedang ia lelang di hadapan para jutawan Paris dan uang hasil pelelangan itu akan ia sumbangkan kepada kerabatnya Black American yang ia angggap sebagai ‘generasi musnah’ yang harus cepat-cepat dibenahi atau mereka akan menderita. Dan konser itu bubar sebelum pelelangan itu terjadi.

Selain itu, tampak juga penceritaan yang tidak mementingkan ukuran logis dan tidak jelas pembedaan tataran kesadaran tokohnya. Hal tersebut ditemui dari pengungkapan berbagai keadaan yang ada secara sertamerta. Misalnya, kata “ngung”, “klst”, “klui”[4] , “cak”[5], “ck”[6], dan pengungkapan dalam bentuk gambar serta bentuk tertentu yang tersusun dari kata-kata “ngung”, “klst”, “klui”, “cak”, dan “ck” tersebut. Dialog yang dimunculkan juga sangat unik. Dialognya tampak sangat acak, karena merupakan percakapan yang disadap dari pesawat pengurai. Jadi, suara hasil sadapan tersebut ‘ra nggenah’.
“Bagaimana kalau tombol gambar  kita tekan?”
“Kemarin aku tidak makan sama sekali.”
     k cak cak cak cak cak cak cak cak cak cak cak cak cak
    cak cak cak cak cak cak cak cak cak cak cak cak cak c
“Kok charming amat sih Mbok Semi.”
“Jangan berdesak-desak.”
“Kapan ke sana lagi.”
“gambarnya nggak ada.”
“Rina ada?”
“Baru sekali ini aku melihat tarian suci.”
“Ia tidak tahu artinya.”
“Mereka menikmati acara ini seperti menikmati warung Mbok Semi”
“Ruang dan waktu terkuasai di Bali sini”
“Apa rencana besaok?”
Dalam teknik aliran kesadaran ini, terdapat teknik khusus yang berupa montase, kolase dan asosiasi. Teknik yang paling menonjol dalam cerpen ini, berupa teknik kolase. Teknik kolase adalah teknik yang diibaratkan menempelkan potongan kertas, koran, tutup botol, uang logam, dan sebagainya dalam suatu kanvas sehingga menjadi sebuah karya seni dan antarbenda tersebut lazimnya tidak terpikir adanya hubungan satu dengan lainnya.


[1] Tokoh yang dalam cerpen tersebut terlibat dalam dialog dalam cerita utamanya.
[2] Tokoh yang terlibat dalam cerpen, tetapi tidak terlibat langsung dalam cerita utama.
[3] Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta: Gajah mada University Press.
[4] Suara hasil dari pesawat pengurai.
[5] Suara penari.
[6] Suara bara yang ditaburkan.

KATA, LEKSEM & PEMBENTUKAN KATA

KATA

Identitas kata
  1. Kata ortografis (orthographic word)
Adalah unit kebahasaan yang dibatasi oleh spasi pada kedua sisinya.
  1. Kata fonologis (phonological word)
Adalah satuan bahasa bebas yang mempunyai ciri-ciri fonologi tetap (dibatasi oleh adanya kesenyapan potensial : tekanan, suku terbuka, kesesuaian vokal, dan proses fonologis).
  1. Kata gramatis (grammatic word)
Adalah satuan gramatikal yang ada di antara morfem dan frase yang mempunyai ciri keutuhan intern dan diapit oleh jeda potensial dan yang terjadi dari morfem atau gabungan morfem.
  1. Kata leksikal
Adalah suatu unit kebahasaan yang dianggap sebagai satuan terkecil dan menjadi unsur leksikon suatu bahasa, dan diterangkan di dalam kamus sebagai entri.

Pengertian kata dalam pandangan lain:
  1. Kata fonologis
Kata dipandang terdiri dari satu atau beberapa suku kata, dan tiap suku kata terdiri dari satu atau beberapa fonem.
Menurut pengertian fonologis ini, kemudian dibadi lagi menjadi :
a.     kata monosilabis : kata yang mempunyai lebih dari satu suku kata/silabel.
b.     kata polisilabis        : kata yang terdiri dari satu suku kata.
  1. Kata morfologis
Kata dipandang sebagai satuan lingual yang terdiri dari satu tau beberapa morfem.
Menurut pengertian morfologis ini, kemudian dibadi lagi menjadi :
a.     kata monomorfemis : kata yang mempunyai lebih dari satu morfem.
b.     kata polimorfemis    : kata yang terdiri dari satu morfem.
  1. Kata sintaksis
Kata dipandang sebagai bentuk bebas yang terkecil; atau setiap segmen suatu kalimat yang diapit oleh sendi yang berurutan yang memungkinkan adanya kesenyapan; atau momen bahasa yang dapat dipindahkan, diisolasikan, dan digantikan.
Kata disebut sebagai bentuk bebas karena kata memiliki kesanggupan untuk berdiri sendiri di dalam struktur kalimat tanpa harus menempel pada bentuk lain sebagaimana sifat morf/morfem.

LEKSEM

Adalah semua bentuk kata yang diasosiasikan dan berada dalam pemakaian secara umum.

Ciri leksem munurut Kridalaksana:
1. satuan terkecil dalam leksikon
2. satuan yang berperan sebagai input dalam proses morfologis
3. bahan baku dalam proses morfologis
4. unsur yang diketahui dari bentuk yang adanya setelah disegmentasikan dari bentuk kompleks merupakan bentuk dasar yang lepas dari morfem afiks
5. bentuk yang tidak tergolong proleksem atau partikel

Sedangkan
   menurut Lyons, leksem adalah unit-unit abstrak yang terjadi dalam bentuk-bentuk infeksional yang berbeda-beda, menurut kaidah-kaidah sintaksis.
   menurut Matthews, leksem adalah satuan leksikal abstrak terkecil –baik simple, ubahan (derived), maupun kompleks—dari bentuk-bentuk kata dalam paradigma (infleksional).

PEMBENTUKAN KATA

Afikasasi

            Lihat halaman 4.
Simulfiks adalah afiks yang perwujudan segmentalnya dileburkan pada bentuk dasar. Contoh : ngopi. (Kridalaksana, 1996:29). Sedangkan menurut Ramlan simulfiks dimaknai sebagai afiks terpisah : ke-an.
Sirkumfiks adalah kasus sebuah prefiks dan sebuah sufiks melekat bersama-sama atau serentak pada bentuk dasar.
Superfikas/suprafiks adalah afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri suprasegmental. Contoh : suwe-suwi. Perbedaan maknanya ditentukan berdasarkan perubahan bunyi vokal dan panjang pendeknya vokal diucapkan.
Interfiks adalah jenis infiks yang muncul di antara dua unsur. Contoh : Indonesianologi.
Tranfiks adalah jenis afiks yang terselip di sepanjang bentuk dasar yang menyebabkan bentuk dasar menjadi terbelah-belah. Contoh : (Bahasa Arab) k-t-b à katab à kitab à katib.
               

Partikelisasi

        Adalah kata yang dibentuk dengan memberikan penambahan partikel (-lah, -kah).

Klitikisasi

      Adalah kata yang dibentuk dengan memberikan penambahan klitik (-ku, -mu, -nya).

Proleksemisasi

Adalah kata yang dibentuk dengan memberikan penambahan proleksem (swa-, panca-).

Reduplikasi
Lihat halaman 3 (kata ulang) dan halaman (4) reduplikasi.
Ditinjau dari bagian yang diulang, reduplikasi dibedakan atas :
1. pengulangan akar (dwilingga)                                                         : rumah-rumah
2. pengulangan awal (dwipurwa)                                                         : lelaki
3. pengulangan akhir (dwiwasana)                                                      : manari-nari
4. pengulangan yang disertai perubahan bunyi (dwilingga salin swara)         : bolak-balik
5. trilingga                                                                                              : dag-dig-dug

Selain itu, reduplikasi juga dapat diklasifikasikan dalam
1. reduplikasi fonologis       : dada, pipi, kuku
2. reduplikasi morfologis     : rumah-rumah
3. reduplikasi sintaksis         : jangan-jangan
4. reduplikasi idiomatis        : kuda-kuda, mata-mata

Dilihat dari proses pembentukannya :
1. pengulangan terhadap bentuk dasar                                              : pohon-pohon
2. pengulangan terhadap bentuk berafiks                          : berbatu-batu
3. afiksasi terhadp bentuk ulang                                         : tali-temali
4. pengulangan terhadap bentuk akronim                          : parpol-parpol
5. pengulangan terhadap kata majemuk                                             : mata air-mata air

Abreviasi/penyingkatan/akronimisasi

            Adalah pembentukan kata dengan menggabungkan bagian dari beberapa kata. Hasilnya antara lain:
                1. singkatan (contoh : dll., TU)
                2. akronim (contoh : orba, orla)
                3. pemenggalan (contoh : bu, pak, dik)
                4. lambang (contoh : Na dari natrium, Ne dari neon)
                5. kontraksi (contoh : tak)

        Makna reduplikasi dapat berupa :
1.     intensif/sungguh-sungguh                           : bongkar-bongkar
2.     deintensif/sambil lalu/dengan seenaknya : tidur-tiduran
3.     iteratif/berkali-kali/frekuentif                       : keliling-keliling
4.     resiprokal/berbalasan                                  : cubit-cubitan
5.     banyak                                                            : kaya-kaya
6.     berjenis-jenis                                                 : sayur-mayur
7.     kepastian                                                       : sehat-sehat
8.     ketidakpastian                                                               : untung-untungan
9.     yang dianggap                                                              : leluhur
10.   tidak tentu                                                      : siapa-siapa
11.   bertindak seperti                                           : bapak-bapak
12.   menyerupai/tiruan                                         : langit-langit
13.   meremehkan                                                   : dia-dia
14.   dramatisasi                                                    : kami-kami
15.   agak                                                                                : kekanak-kanakan
16.   intensitas kualitatif/paling                           : sekuat-kuatnya
17.   kolektif/kumpulan                                         : ketiga-tiganya
18.   ‘banyak’  yang diterangkan                           : pandai-pandai

Komponisasi
Adalah pembentukan leksem baru dengan penggabungan dua leksem atau lebih.
Leksem + leksem à komponisasi à kata majemuk.

Kompositum
1.     Non idiomatis
Makan masih sama dengan makna masing-masing komponennya.
Contoh : adu lari, akal budi.
2.     Idiomatis
Maknanya tidak sama dengan makna masing-masing komponennya.
Contoh : banting tulang, buah bibir.
3.     Semi-idiomatis
Salah satu komponennya bermakna khas dan hanya pada konstruksi itu saja.
Contoh : anak angkat.

Jenis Kompositum :
1.     Subordinatif substantif
Adalah kompositum yang tidak berafiks atau tidak berpartikel di antara kedua unsurnya.
Contoh : anak sungai.
2.     Subordinatif atributif
Adalah kompositum ini sebagian besar juga berfungsi secara prediktif dan sebagai satuan maknanya tergantung dari nomina di luar kompositum.
Contoh : bebas becak.
3.     Koordinatif
Adalah yang hubungan antarunsurnya bersifat koordinatif.
Contoh : gegap gempita.
4.     Berproleksem
Adalah kompositium yang salah satu unsurnya berupa proleksem.
Contoh : asusila.

Derivasi balik
   Adalah proses morfologis/pembentukan kata yang menyebabkan terjadinya perubahan kosakata.             

Derivasi zero

Adalah proses morfologis yang mengubah status sebuah leksem sebagai input menjadi kata tunggal sebagai output  tanpa perubahan bentuk.

Metanalisis

Adalah sutau peristiwa terjadi bentuk baru melalui proses pemenggalan yang tidak dapat dijelaskan secara historis. Karena, peristiwa ini terjadi atau timbul di luar analisis. Contoh : pakat à sepakat.

Morfofonemik

Adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem (dalam bahasa Indonesia, ialah pertemuan morfem dasar dan morfem afiks)

Jenis proses morfofonemik:
1.     Pemunculan fonem                                            
2.     Pengekalan fonem                                            
3.     Pemunculan fonem dan pengekalan fonem    
4.     Pergeseran fonem                                            
5.     Perubahan dan pergeseran fonem                  
6.     Pelesapan fonem                                                              
7.     Peluluhan fonem                                                               
8.     Penyisipan fonem secara historis                   
9.     Pemunculan fonem berdasarkan pola bahasa asing
10.   Variasi fonem bahasa sumber
TEORI MORFOLOGIS TENTANG GEJALA MORFOFONOLOGI
         a. M. Ramlan
Ramlan menyebut morfofonologi sebagai morfofonemik.
Morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1987: 83).
Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfofonemis yaitu :
1)    Proses perubahan fonem
Proses perubahan fonem terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah menjadi /m, n, ñ, ŋ/
2)    Proses penambahan fonem
Proses penambahan fonem terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri atas satu suku.
3)    Proses hilangnya fonem
Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l, r, y, w, dan nasal/, mengakibatkan fonem /N/ hilang.
Pertemuan morfem ber-, per-, dan ter- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /r/, mengakibatkan fonem /r/ hilang.
Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem /p, t, s, k/, mengakibatkan fonem-fonem itu hilang.
b. Samsuri
Samsuri (1981: 201) menyatakan bahwa morfofonemik adalah studi tentang perubahan-perubahan pada fonem-fonem yang disebabkan oleh hubungan dua morfem atau lebih serta pemberian tanda-tandanya.
Morfofonemik digolongkaan menjadi enam jenis yaitu asimilasi, disimilasi, metatesis, penambahan, pengguguran, dan peloncatan.
1)    Asimilasi
Asimilasi adalah perubahan nasal menjadi nasal sealat yang mengikutinya. Misalnya, perubahan-perubahan fonem nasal yang berujud /m/ di depan fonem /b/, /n/ di depan fonem /d/, /n/ di depan fonem /j/, dan /n/ di depan fonem /g/.
2)    Disimilasi
Disimilasi merupakan kebalikan dari asimilasi. Misalnya, fonem /m/ tidak diikuti /p/ melainkan /t/, fonem /n/ tidak diikuti oleh /t/ melainkan /p/ dst.
3)    Metatesis
Pembalikan susunan fonem-fonem suatu morfem terjadi bila morfem mengadakan kombinasi atau urutan dengan morfem yang lain. Misalnya :
4)    Penambahan fonem
Penambahan fonem jika suatu morfem berhubungan dengan morfem yang lain.
5)    Pengguguran fonem
Pengguguran fonem jika suatu morfem berhubungan dengan morfem yang lain.
6)    Perubahan fonem-fonem prosodi atau peloncatan
Perubahan ini terjadi pada susunan fonem-fonem prosodi yang disebabkan oleh hubungan morfem yang satu dengan yang lain. Perubahan ini dipengaruhi oleh peloncatan tekanan, nada dan panjang.
Simpulan :
Gejala morfofonologi dalam bahasa Indonesia antara lain proses perubahan fonem atau asimilasi, proses penambahan fonem, proses penghilangan fonem atau pengguguran fonem, disimilasi, metatesis, dan peloncatan fonem.