Senin, 10 Januari 2022

Pantai Krakal, Liburan Dadakan Akhir Tahun yang Mengesankan

 


Foto ini diambil di Pantai Krakal, Gunung Kidul di penghujung tahun 2021. Alhamdulillah, dapat kesempatan dadakan untuk berlibur bersama Kakung-Uti juga di sana. Menjadi memori penutup tahun yang memesona bagi saya. Berangkat dari Magelang jam 05.30 untuk mengejar waktu supaya bisa main sepuasnya di pantai yang indah ini. 

Bukan hanya bermain air laut yang asin, tapi juga mencari dan mengamati binatang-binatang yang unik dan menarik dari lubang-lubang karang. Sesekali telapak kaki terasa sakit karena bertumpu pada bagian karang yang tajam. Tak jarang pula tergelincir karena licinnya karang yang berlapis rumput laut. 

Di sana kami berburu ikan, kerang-kerang tak bertuan dan bebatuan yang cantik-cantik. 

Ini hasil buruan hidup kami. Ada ikan, bulu babi atau landak laut, lobster, dan bintang ular laut. 


Di sana ada beberapa penjual ember dan jaring. Sepaket ditawarkan seharga Rp15.000,-. Tetapi karena kami dah bawa ember sendiri, jadi cuma beli 3 jaring dan ember seharga Rp20.000,-. Perhatian ya, ini binatang tidak kami bawa pulang. Karena percuma dan kasihan. Lebih baik mereka merdeka dan berkembang biak dengan nyaman di habitatnya. Jadi, sebelum pulang, kami lepas mereka semua. 😊😊😍

Setelah puas bemain air laut dan mandi, kami menuju bukit krakal yang di atasnya ada patung ikannya. Di atas, angin berhembus kencang, tapi asyik banget. Bisa melihat luas ke Samudra Hindia yang luas. 




Sekedar informasi, untuk bea masuk lokasi wilayah pantai Rp10.000,- (sekitar itu). Kemarin kami 4 orang dewasa 3 anak-anak cuma bayar Rp50.000,- dan masuk parkir di Krakal Rp5.000,-. Puas pokoknya bermain di sini. 😍😍😍



Selasa, 29 Desember 2020

Bye..bye 2020

Kilas Balik 2020

Perjalanan di sepanjang 2020 pasti membawa kesan sendiri bagi setiap orang. Mungkin setiap orang akan mengidentikkan 2020 sebagai tahun pandemi. Akhir bulan Februari 2020 menjadi awal bermulanya pandemi di Indonesia. 

Pastinya, ada yang melewati dengan jatuh bangun, ada yang melewati bagai seluncuran dan ada juga seperti roller coaster. Hal yang pasti, 2020 menjadi suatu ujian bagi banyak orang. Evaluasi proses hidup yang dijalani beberapa tahun belakangan ini, bagi yang berani melakukan refleksi.

Ada kesyukuran di 2020 ini. Awal tahun pandemi, banyak tempat-tempat yang lockdown. Tiga bulan anak-anak tidak ke luar rumah sama sekali. Paling jauh ke sawah depan rumah. Bermain sawah yang masih kadang-kadang becek menjadi suatu permata yang menggairahkan hasrat mereka. Za menemukan kecebong dan memeliharanya hingga menjadi katak yang imut. Mengamati hari ke hari perkembangannya, membuat saya merasa excited. Terpesona dengan keteguhan dan kegigihannya dalam setiap guratan pensil dalam buku jurnal miliknya. Tak ketinggalan,  Ze yang merasakan atmosfir pemeliharaan dari Za. Melihat kakaknya berhasil, ia pun mencari kecebong serupa. Sayangnya, musim hujan sudah berlalu dan sawah telah mengering. Tak dapatkan kecebong 1 pun. Inilah awal cerita kami memelihara ikan dalam kolam dan aquarium. Diam-diam, kami bahagia dalam pandemi.😊Menikmati lika-liku pemeliharaannya.

Setelah berdiam sekian bulan, bulan Agustus mulai wara-wiri Magelang Tegal. Bukan hanya capek fisik, tapi juga capek psikologi/mental. Dimulai ketika bapak mertua masuk rumah sakit hingga meninggal, pernikahan adik ipar, hingga keputusan membawa mama ke Magelang di bulan Oktober hingga pertengahan Desember ini. 

Namun, di sela-sela kesibukan berbagai macam hal, ada banyak hal yang patut kami sukuri. Di antaranya berbagai pembelajaran terstruktur anak yang lebih tertata, pengurusan tanah di Tegal yang sudah onprogress, saya yang belajar membaca Al-Quran yang benar, dan semangat berprogres di tahun-tahun ke depan. Rencana pembangunan rumah yang tadinya kami pending karena situasi corona, akhirnya kami lanjutkan karena tahun depan kami akan menambah anggota keluarga yang akan tinggal di rumah ini. Entah mama atau keponakan. Apapun itu, semoga Allah memberikan keberkahan di setiap langkah-langkah kami.

Syukur kami sampai di titik ini, terima kasih 2020.

Selamat datang 2021. Kami menyongsongmu.

 


Minggu, 14 Juni 2020

Renungan tentang Kompetisi (Konco Sinau Charlotte Mason)

 

Kamisan KSCM kemarin (minggu pertama Juni) cuma bahas 1 buyutnya bab, tentang kompetisi. Tapi, siapa kira, pertemuan online 2 jam itu kurang untuk membahasnya.

Suatu hal yang umum, apalagi kita para milenial, dari zaman sekolah sudah berkompetisi dengan memerebutkan rangking di tiap catur wulan. Katanya, jiwa kompetisi ini harus dimiliki. Supaya unggul dari yang lain! Makin punya rangking kecil, makin disayang ortu dan populer di kalangan murid dan guru. Tak lupa, jadi objek obrolan di lingkungan dan kerabat.

Seiring perjalanan waktu, rangking di kelas mulai tergilas. Wali kelas menuliskannya kecil dan pakai pensil dalam kolom rangking raport ajaran akhir. Rupanya, pemahaman rangking mulai dikikis. Tapi ya layaknya "New Normal" yang orang-orang berkeliaran masih tanpa masker. Kita ini sepertinya negara dengan tingkat kengeyelan tingkat tinggi. Gak mau berubah. Gak nyaman bertransformasi. Alih-alih berubah. Sepertinya cuma "dicustom" alias berganti cangkang. Rangking dah hilang, tapi gak faham esensinya hilang itu kenapa?

Para pemikir pendidikan kita waktu itu sudah sadar, bahwa kita itu harusnya bukan berkompetisi, tapi berkompetensi. Berkompetisi itu berhubungan dengan orang lain atau di luar dirinya. Sedangkan berkompetensi dengan kualitas diri kita sendiri.

Apakah berkompetisi itu buruk?
Seperti yang dijelaskan oleh Uti Charlotte Mason, berkompetisi bisa jadi tidak buruk, asal dipergunakan dengan tepat. Bahkan bisa menjadi motivasi diri. Misalnya seorang anak berkata "Aku ingin bisa membaca. Karena aku melihat kakak-kakakku begitu asyik terbenam dalam buku dalam-dalam hingga bisa bercerita kepadaku banyak hal tentang dunia ini". Tapi, akan menjadi tidak baik ketika orang tua mengatakan "Jadilah seperti kakakmu yg pandai membaca".  Bedanya dikit doang, tapi efeknya beda jauuuh! Atau contoh lain yang juga dituangkan dalam tulisan bermakna CM. Berkompetisi dengan hal yang memang bisa dikompetisikan karena semua orang bisa melakukannya. Ketepatan waktu, ketertiban, memperhatikan, kehati-hatian, kepatuhan, dan kelemahlembutan. Alih-alih kompetisi dalam kecantikan, kepandaian, kecepatan, kekuatan, banyak-banyakan, kekayaan, dll.

Kompetisi/persaingan, menjadi amat buruk, ketika kita menjadi bersemangat untuk menjatuhkan (teman yang dianggap lawan), menggunakan segala cara untuk memenangkan, tidak terima terhadap kekalahan, ataupun sombong dengan keberhasilan. Bahkan kompetisi menjadikan kita lupa tujuan awal kita. Misalnya, tujuan belajar itu untuk menjadi manusia yang lebih baik, bukan untuk mendapatkan peringkat. Tujuan beribadah untuk bersyukur pada Allah dan menghadirkan Tuhan dalam hati dan perbuatan sehari-hari, bukan untuk memerlihatkan kalau kita sudah naik haji. Tujuan berperilaku adil terhadap sesama, bukan karena Nabi berperilaku adil, tapi ya karena adil itu salah satu sifat mulia yang (se-)harus(-nya) dimiliki oleh umat manusia tanpa memandang agamanya apa.

Dalam pembahasan kemarin, ada satu hal yang saya pertanyakan. Berkaitan tentang salah satu surah dalam Al-Quran (2:148) tentang "...fastabiqul khoirat.." yang di Indonesia diterjemahkan sebagai "...berlomba-lombalah dalam kebaikan...". Bersyukur, hal ini dijawab cantik oleh Om Sharkali bahwa arti yang pas sebenarnya adalah "...bersegeralah dalam kebaikan...". Hal senada akhirnya saya temukan dalam Tafsir Al Muyassar (Kementerian Agama Arab Saudi).


Dalam sudut pandang ekonomi, kompetisi dianggap sebagai hal yang wajar. Perebutan pasar menjadi hal yang sepertinya alami terjadi. Jika kita berperan sebagai pelakunya, sepertinya kita akan merasa terengah-engah. Capek karena menuruti perlombaan yang tiada henti. Saya jadi teringat dengan Steve Jobs yang begitu fokusnya dia membuat Apple kroak tanpa harus melihat pasar. Fokus pada berkompetisi pada diri sendiri.

Banyak didengung-dengungkan di media. Sekarang itu bukan jamannya berkompetisi, tapi berkolaborasi. Bekerja sama sesuai dengan keahlian masing-masing. Bukankah lebih baik.

*sedikit narasi, kebanyakan refleksi.

Kamis, 26 Desember 2019

Arti Ibu

Apakah arti ibu di dalam rumah?

Ibu seperti nuansa. Ibu seperti iringan musik, alunan nada yang akan membawa gerak tubuh seisi rumah.

Ia seperti tokoh sentral keluarga. Walaupun pemimpinnya adalah laki-laki/bapak. Tetapi pembawa suasananya adalah wanita. Peran ibu.

Ia sosok penentu. Penentu arah kebijakan sehari-hari. Penentu langkah masa depan yang ditempuh. Penentu karakter yang akan yang akan mewarnai rutinitas keseharian.

Bayangkan, jika ibu adalah sosok yang ceria, dan menyenangkan. "Dunia rumah" akan seperti mentari pagi yang menyinari hangat, dipenuhi kokok ayam yang bersemangat.Kicauan burung yang riang gembira, dan pak tani berderap menuju lahannya.

Andaikan, ibu sosok yang 'labil' bagaikan sore yang berangin. Membawa dedaunan tak tentu arah. Burung-burung enggan mencicit. Ayam sungkan, walaupun sekedar mendi menikmati buliran-buliran pasir kering dengan santai.

Selasa, 24 Desember 2019

tonggeret

nama; tonggeret [icadidae] [garengpung]

tgl; 12/24/2019
tempat di temukan; magelang, banjarnergoro, desa bayanan,
rt 6, rw 11, rumah pak purwanto dan bufitri, lantai dua
 di dalam ember jemuran,

penulis; nirwasita mirza sayid

umur penulis; sembilan sampai sepuluh

Kata DILARANG, Apakah Solutif?


Sudah menjadi jamak  dan sering kita jumpai, tentang himbauan masyarakat dengan menggunakan kata DILARANG. Bahkan saking umumnya, kita sampai tidak merasakan ada sesuatu yang ganjil di sana.
Gambar dari : royalpool.co.id

DILARANG MEMBUANG SAMPAH DI SUNGAI!

DILARANG MANCING DI SINI!

DILARANG MENGINJAK RUMPUT!

Sampai suatu masa,ketika kami mengontrak rumah di Godean, kami mengalami permasalahan dengan tempat pembuangan sampah anorganik. Membuang di TPS terdekat gak boleh, karena sudah masuk desa lain. Sedangkan di desa yang kami tinggali nggak ada TPS nya. Di TPS pasar juga gak boleh. 

TERNYATA…
Tulisan dari larangan DILARANG bla..blaa…blaaa… itu tidak efektif. Menurutku, sebaiknya dituliskan dengan, “Silakan membuang sampah di TPA xxx!”, “Silakan memancing di dekat kedai!”, atau Silakan lewat jalan berbatu di sebelah selokan!”. Jadi, lebih SOLUTIF.

Minggu, 22 Desember 2019

Belajar dan Belajar

Aku sudah belajar, sejak kecil. Sampai aku mempunyai 3 jagoan, masih saja belajarku tidak segera tuntas. Mendekati tuntas saja tidak! Sampai saat ini, aku gak tahu, kapan aku bisa tuntas belajar.

Selalu saja ada hal baru yang aku tak mengerti. Seperti memasuki ruang dengan berjuta pintu. Ketika aku membuka satu pintu, aku akan bertemu pintu lagi, lagi dan lagi.


foto dari: yukpiknik.com