Rabu, 25 November 2009

Dipaksa, Ditempa

"Besi untuk menjadi keris atau tombak, harus dipanaskan, dilelehkan, dan ditempa. Bagaimana dengan manusia -yang terkadang keras hati dan kepalanya-?"
Tak sedikit manusia yang ingin jadi lebih hebat. Tak sedikit manusia yang ingin jadi lebih 'sempurna'. Tapi, tak sedikit  manusia yang tahan uji, tahan goda, dan tahan coba. Hanya besi-besi pilihan yang dapat dijadikan sebilah keris yang akan dikenang di masa depan. Besi pilihan yang jika dipanaskan, dilelehkan dan ditempa akan menjadi semakin lebih kuat dari sebelumnya.
Seperti layaknya pisau, semakin diasah, semakin tajamlah ia.
Semoga kita termasuk ke dalam besi-besi pilihan-Nya.

Rabu, 18 November 2009

Jenuh, dengan Suami atau Istri Kita?


"Bu, bosen ga sih...lebih dari seperempat abad hidup dengan bapak? Bangun tidur ketemu bapak. Makan, bareng bapak lagi. Nonton TV sama bapak. Pergi-pergi juga sama bapak lagi."
Suatu ketika, sebelum aku menikah dulu, aku pernah menanyakan sesuatu --iseng-iseng berhadiah-- kepada ibuku. "Bu, bosen ga sih...lebih dari seperempat abad hidup dengan bapak? Bangun tidur ketemu bapak. Makan, bareng bapak lagi. Nonton TV sama bapak. Pergi-pergi juga sama bapak lagi."
Dengan bijaksana, ibu pun menjawab, "Kamu bosen tidak bertemu dengan adik."
Kujawab segera dengan jawaban "Tidak"
"Nah, begitulah rasanya hidup dengan suami/istri kita. Seperti kamu dan adik. Asal bisa menjaga dan menghormati, semua akan baik dan menyenangkan."

Sabtu, 14 November 2009

Tetap menjadi Gadis

"Apa yang menjadikan sebuah alasan untuk tetap menyendiri dan menjadi gadis? Mungkinkah Tuhan tak adil dengan hamba-Nya, yang memperlambat pertemuan dengan sumber patahan tulang rusuknya?"
Dalam satu tahun terakhir, tercatat 7 orang gadis yang sudah berusia lebih dari 35 tahun masih menyandang gelar kegadisannya, tanpa pernah dekat dengan laki-laki yang diindikasikan sebagai calon suami atau sekadar teman yang sangat dekat. Hingga detik ini, aku belum dapat menemukan sebuah jawab, kenapa?

Pernah ku mendengar orang berkata: banyak lelaki yang takut menikah karena ia takut tak mampu menafkahinya dengan baik. Padahal, Allah menjanjikan rezeki bagi setiap nyawa yang Ia ciptakan.

Pernah ku mendengar orang berkata: perempuan janganlah terlalu tinggi kedudukan, malu lelaki mendekati.

Pernah ku mendengar orang berkata: jangan terlalu tinggi kriteria lelaki yang diingini. Tak ada manusia yang sesempurna harapan diri.

Wallahu'alam bi shawab

Masa Paceklik Kehidupan

"Hampir semua orang akan merasakan masa paceklik dalam hidupnya. Hanya bagaimana ia menaggapi masa 'suram' itu. Jaman ra enak, kenang ibuku."
Aku pernah membuat menangis di dapur ketika aku masih balita, karena rasa inginku es kacang hijau dari seorang penjaja keliling. Sedikitpun tak ada capaian ingin membuat ibuku sedih. Aku ingin jajan sedangkan ibuku sama sekali tak ada uang, pailit. Aku terus merengek di dekat penjaja itu. Pun penjaja tak kunjung pergi.
Waktu itu hidup kami sungguh pas-pasan. Ibu dan bapakku sebagai pasangan muda beranak satu, harus menanggung pula 4 orang adik yang sekolah. Bapakku seorang tukang cukur 'Madura'. Sedangkan ibuku PNS yang tak mendapatkan gaji selama 1 tahun karena SK yang salah. Makan sup dengan kuah yang berlimpah dan sayur yang sedikit sudah sangat wajar adanya. Mungkin juga hal ini yang membuatku sampai saat ini sangat menggemari makanan yang dibuat dengan kuah berlimpah. :-)
Nenekku pun pernah mengalami masa paceklik itu. Berbulan-bulan, tidak panen padi. Tikus seperti predator yang memangsa semua calon hasil panenan. Sulit hidup hingga berbulan-bulan.
-mungkin- memang begitulah kehidupan. Seperti kata pepatah 'hidup selalu berputar: kadang di atas, kadang di bawah'. Dan semua itu tak akan selamanya terjadi, karena 'badai pasti berlalu' jika kita mau merubah kelabu.


Wallahu'alam bisawab

Fase Kehidupan Dimulai ( baru lagi), setelah Akad Itu

"Kehidupan yang terlalui seperti telah terbagi dalam sebuah 3 fase kehidupan. Layaknya metamorfosis jiwa. Hanya bisa dilihat dengan hati dan pikiran, tak telanjang dalam mata yang kasat. Mungkin akan berlanjut, dalam fase yang tak tersebut"
Renungan menarik dalam sebuah perbincanganku dan suamiku di sudut kamar tinggal yang kami sewadengan harga yang relatif mencengangkan bila dibandingkan dengan harga sewa di daerah asalku. Lima bulan sudah kami menikah. Kata suamiku, ini adalah fase kehidupannya yang ketiga. Fase yang menuntut untuk lebih berjaga dan dewasa. Menjaga kehidupan dan keluarga.

Dahulu, suamiku bekerja untuk pekerjaan itu sendiri. Seorang pekerja keras yang amat mencintai pekerjaannya. Bahkan hampir tak kenal waktu. Bekerja dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 02.00 dini hari. Tak banyak angan untuk apa hasil jerihnya. Terkadang hanya untuk kesenangannya belaka. Ia bekerja karena senang, dan menggunakan hasilnya untuk kesenangan dengan naik gunung atau menikmati hari di tempat yang diingini  Walau kadang tak ada sepeser uang, tak tahu apakah besok bisa makan, acuh tak acuhlah hatinya.
Sekarang sudah berbeda, katanya. Kehidupan setelah akad itu seperti melahirkan seseorang kembali. Seseorang dengan diri yang berbeda walau dalam wujud yang sama.
Mungkin itulah yang sering dikatakan oleh para orangtua. Menikah akan mendewasakan. (dan) mungkin juga inilah yang diinginkan oleh Allah, kenapa menikah itu hampir dikatakan wajib.
....mungkin....
Wallahu'alam